Sabtu, 11 Agustus 2018

Tugas Pembelajaran Inovatif Problem Based Instruction (PBI)

Tugas Pembelajaran Inovatif
Problem Based Instruction (PBI)




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari Agustina, S.Pd., M.Pd.



Disusun Oleh :
1. Awwalul Nasrul Huda     (1684202039)
2. Evin Marisa                     (1684202043)
3. Mochamad Yafirul Rizal (1684202051)
4. Suci Hitiyaningsih           (1684202056)



PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018



A. Pengertian Problem Based Instruction (PBI)

         Model pembelajaran PBI (Problem Based Instruction) merupakan salah satu dari banyak model pembelajaran inovatif. Model ini menyajikan suatu kondisi belajara siswa aktif serta melibatkan siswa dalam suatu pemecahan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
         Beberapa ahli telah mengungkapkan definisi PBI secara lebih terperinci. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli berkaitan dengan PBI :

      1. Dewey (Trianto, 2007)
          PBI (Problem Based Instruction) adalah interaksi antara stimulus dengan respon, atau dapat pula didefinisikan sebagai sebuah interaksi antara dua arah belajar dan lingkungan.
      2. (Trainto, 2007)
          PBI (Problem Based Instruction) merupakan pembelajaran dimana siswa mengerjakan masalah secara otentik supaya mereka dapat menyusun pengetahuan mereka sendiri, menyusun sebuah penemuan (inkuiri), ketrampilan berpikir tingkat tinggi serta mengembangkan kemandirian dan sifat percaya diri.
           Berdasarkan pendapat-pendapat dari para ahli tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa PBI adalah suatu pembelajaran yang menggunakan segala permasalahan di lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar, mempertajam cara berfikir kritis, sekaligus sebagai sarana siswa untuk memecahkan masalah melalui penyelidikan sehingga siswa memperoleh pengetahuan berdesarkan pengalaman yang telah dilalui.

B. Ciri-Ciri Problem Based Instruction (PBI)

           Terdapat beberapa ciri PBI (Problem Based Instruction) menurut Ibrahim dan Nur (2000) dalam Eko (2012), yaitu :

         1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
             PBI (Problem Based Instruction) mengorganisasikan kehidupan nyata dan pengalaman siswa sebagai bahan pengajaran. Kehidupan nyata dan pengalaman siswa inilah yang dijadikan sebagai sumber pertanyaan atau masalah bagi siswa itu sendiri. Hal ini akan membantu siswa dalam mempertajam pola pikir kritis siswa terhadap lingkungan, sehingga kepekaan siswa dan rasa ingin tahu siswa menjadi meningkat.
         2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
             Pertanyaan dan masalah yang bermunculan pada siswa tidak harus berada pada satu disiplin ilmu saja. Namun, masalah tersebut saling berkaitan dengan disiplin ilmu yang lain. Sehingga siswa dapat berpikir secara lebih luas dan holistik akan membantu anak berpikir secara meluas tanpa membedakan disiplin ilmu yang berkaitan.
         3. Penyelidikan otentik
            PBI (Problem Based Instruction) mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah, observasi dan eksperimen. Selama penyelidikan siswa dapat mencari segala informasi dari berbagai sumber pembelajaran untuk memecahkan masalah yang terjadi. Selain itu, dengan adanya penyelidikan otentik ini secara tidak langsung membuat siswa mengalami sendiri dalam mencari sebuah konsep. Hal itu akan membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri (konstruktivisme)
         4. Menghasilkan suatu produk/karya dan memamerkannya
             PBI (Problem Based Instruction) menuntut siswa untuk menghasilkan suatu produk tertentu dalam sebuah karya seperti poster, puisi, laporan, gambar dan sebagainya. Produk ini dihasilkan dari proses pemecahan masalah yang yang berhasil dipecahkan oleh siswa. Setelah menghasilkan suatu produk siswa juga harus memamerkan hasil karyanya. Hal ini menimbulkan suatu kepuasan terhadap diri siswa, sehingga semangat kompetisi untuk menghasilkan karya terbaik dapat terus menerus dibangun.
         5. Kerjasama
             Kerjasama dalam pembelajaran ini cukup bervariasi dapat secara berpasangan, kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Kerjasama akan mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir melalui tukar pendapat serta bagaiman penemuan yang berhasil ditemukan bersama. Selain itu kerjasama juga dapat membantu siswa dalam mengembangkan motivasi pada diri masing-masing siswa.

C. Langkah-Langkah Problem Based Instruction (PBI)

          1. Orientasi siswa pada masalah
              Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan. Selanjutnya, guru menyajikan situasi masalah dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah situasi masalah harus disampaikan secara tepat dan menarik. Biasanya memberi kesempatan siswa untuk melihat, merasakan, dan menyentuh sesuatu atau menggunakan kejadian-kejadian di sekitar siswa sehingga dapat memunculkan ketertarikan, rasa ingin tahu dan motivasi.
          2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
          Siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan memperhatikan tingkat kemampuan, keragaman ras, etnis dan jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan.
          3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
              Pengumpulan data
             Siswa melakukan penyelidikan atau pemecahan masalah dalam kelompoknya. Guru bertugas mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan penyelidikan sampai mereka benar-benar memahami situasi masalah yang dihadapi. Tujuan pengumpulan data yaitu agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk membangun ide dan pengetahuan mereka sendiri.
              Berhipotesis, menjelaskan dan memberikan pemecahan
            Siswa mengajukan berbagai hipotesis, penjelasa, dan pemecahan dari masalah yang diselidiki. Pada tahap ini guru mendorong semua ide, menerima sepenuhnya ide tersebut melengkapi dan membenarkan konsep-konsep yang salah.
          4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
              Guru meminta salah seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dilanjutkan dengan diskusi dan membimbing siswa jika mereka mengalami kesulita. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
          5. Analisis dan evaluai proses pemecahan masalah
              Guru menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir dan ketrampilan penyelidikan siswa serta proses menyimpulkan hasil penyelidikan.

D. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Instruction (PBI)

      Kelebihan Problem Based Instruction (PBI)
  1. Siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar sehingga pengetahuan dapat terserap dengan baik.
  2. Siswa dilatih untuk bekerja sama dengan siswa lain.
  3. Siswa memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber belajar.
  4. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
  5. Siswa berperan aktif dalam KBM.
  6. Siswa lebih memahami konsep matematika yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
  7. Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan berfikir siswa yang lebih tinggi.
  8. Pembelajaran lebih bermakna.
  9. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran matematika sebab masalah yang diselesaikan merupakan masalah sehari-hari.
  10. Menjadikan siswa lebih mandiri.
  11. Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain.
  12. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan pendapat.
    Kelemahan Problem Based Instruction (PBI)
  1. Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
  2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
  3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
  4. Membutuhkan waktu yang banyak.
  5. Tidak setiap materi matematika dapat diajarkan dengan PBI.
  6. Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat duduk siswa yang terkondisi untuk belaajr kelompok, perangkat pembelajaran, dan lain-lain.
  7. Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.
  8. Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30 siswa perkelas.



DAFTAR PUSTAKA


Sugiyanto, 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Ryon 13 FKIP 
        UNS Surakarta
Hamdani, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV Pustaka Setia
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : UNESA

Makalah Pembelajaran Inovatif Discovery Learning

Makalah Pembelajaran Inovatif
Discovery Learning




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari Agustina, S.Pd., M.Pd.


Disusun Oleh :
Herlia Apriliana (1684202045)
Siti Nur Aini      (1684202055)
Zaenal Riva'i      (1684202060)


PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018



A. Pengertian Discovery Learning

        Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) diartikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan informasi secara langsung tetapi siswa dituntut untuk mengorganisasikan pemahaman mengenai informasi tersebut secara mandiri. Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang yang saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya sebagai konsumen, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari pencipta ilmu pengetahuan.
            Berikut ini beberapa pengertian Discovery Learning dari beberapa sumber buku :
  1. Menurut Hosnan (2014:282), Discovery Learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.
  2. Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), Model Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.
  3. Menurut Sund, Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati, mencerna, mengerti menggolongkan-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Suryasubrata, 2002:193)
  4. Menurut Russefendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
  5. Menurut Asmui (2009:154), metode Discovery Learning adalah suatu metode untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah untuk dilupakan siswa.


B. Jenis dan Bentuk Discovery Learning

      Menurut Suprihatiningrum (2014:244), terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan (Discovery Learning), yaitu :
  1. Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) yakni pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan.
  2. Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) yakni pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya.
            Bentuk metode pembelajaran Discovery Learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah bergantung pada besarnya kelas, yang dijelaskan lebih detail sebagai berikut (Oemar Hamalik, 2009:187) :
  1. Sistem satu arah. Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah yang dilakukan guru. Struktur penyajiannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah tersebut melalui langkah-langkah discovery.
  2. Sistem dua arah. Sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat atau benar.


C. Karakteristik dan Tujuan Discovery Learning

          Menurut Hosnan (2014), ciri atau karakteristik Discovery Learning adalah 1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada siswa; 3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
           Sedangkan menurut Bell, metode Discovery Learning memiliki tujuan melatih siswa untuk mandiri dan kreatif, antara lain sebagai berikut (Hosnan, 2014) :
  1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
  2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
  3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
  4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
  5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa ketrampilan-ketrampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
  6. Ketrampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.


D. Langkah-Langkah Discovery Learning

       Menurut Veerman (2003) langkah-langkah pembelajaran dalam model Discovery Learning antara lain Orientation, Hypothesis Generation, Hypothesis Testing, Conclusion dan Regulation, yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

     1. Orientation
         Guru memberikan fenomena yang terkait dengan materi yang diajarkan untuk memfokuskan siswa pada permasalahan yang dipelajari. Fenomena yang ditampilkan oleh guru membuat guru mengetahui kemampuan awal siswa. Tahap orientation melibatkan siswa untuk membaca pengantar dan atau informasi latar belakang, mengidentifikasi masalah dalam fenomena, menghubungkan fenomena dengan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Sintaks orientation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan evaluasi pada aspek kemampuan berpikir kritis. Produk dari tahapan orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainnya terutama tahapan hypothesis generation dan conclusion.
     2. Hypothesis Generation
        Informasi mengenai fenomena yang didapatkan pada tahapan orientation digunakan pada tahapan hypothesis generation. Tahapan hypothesis generation membuat siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan. Siswa merumuskan masalah dan mencari tujuan dari proses pembelajaran. Sintaks hypothesis generation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi. Masalah yang telah dirumuskan diuji pada tahapan hypothesis testing.
     3. Hypothesis Testing
         Hipotesis yang dihasilkan pada tahapan hypothesis generation tidak dijamin kebenarannya. Pembuktian terhadap hipotesis yang dibuat oleh siswa dibuktikan pada tahapan hypothesis testing. Tahapan pengujian hipotesis siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan data dan mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks hypothesis testing melatihkan kemampuan regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi dan penjelasan.
     4. Conclusion
         Kegiatan siswa pada tahapan conclusion adalah meninjau hipotesis yang telah dirumuskan dengan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis. Siswa memutuskan fakta-fakta hasil pengujian hipotesis apakah sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan atau siswa mengidentifikasi ketidak sesuaian antara hipotesis dengan fakta yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Tahapan conclusion membuat siswa merevisi hipotesis atau mengganti hipotesis dengan hipotesis yang baru. Sintaks conclusion melatihkan kemampuan menyimpulkan, analisis, interpretasi, evaluasi, dan penjelasan.
     5. Regulation
          Tahapan regulation berkaitan dengan proses perencanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan melibatkan proses menentukan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Monitoring merupakan sebuah proses untuk mengetahui kebenaran langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh siswa terkait waktu pelaksanaan dan hasil berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Guru mengkonfirmasi kesimpulan dan mengklarifikasi hasil-hasil yang tidak sesuai untuk menemukan konsep sebagai produk dari proses pembelajaran. Sintaks regulation melatihkan kemampuan evaluasi, regulasi diri, analisis, penjelasan, interpretasi dan menyimpulkan.

E. Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning

         Suherman, dkk (2001:179) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan metode Discovery Learning yaitu :
  1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
  2. Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama untuk diingat.
  3. Menemukan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorongnya untuk melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
  4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
  5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
        Sedangkan menurut Kurniasih, dkk (2014:64-65) metode Discovery Learning memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain sebagai berikut :
  1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhlan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori untuk pemecahan masalah lainnya.
  3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat berakhir berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
  4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, ketrampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
  6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.



DAFTAR PUSTAKA


           learning.html/ (Di akses pada tanggal 21 pukul 05.21 WIB)
         pembelajaran-discovery-learning (Di akses pada tanggal 21 pukul 05.32 WIB)
         tujuan/ (Di akses pada tanggal 21 pukul 05.44 WIB)

Jumat, 10 Agustus 2018

Makalah Metode Pembelajaran Quantum Learning

Makalah Metode Pembelajaran
Quantum Learning

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pembelajaran Inovatif




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari Agustina, S.Pd., M.Pd.


Disusun Oleh :
Imil Hidayati        (1684202046)
Miftakhul Huda    (1684202050)
Wahyu Setiawan  (1684202059)
Juliana                  (1784202037)



PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE



SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018



A. Pengertian Metode Pembelajaran Quantum Learning

          Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu Quantum Learning. "Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagi suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat" (Bobbi De Porter & Mike Hernacki, 2007: 16)
          Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang membiasakan belajar menyenangkan. Penerapan model ini diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa sehingga pada akhirnya siswa dapat meningkatkan hasil belajar secara menyeluruh (Huda, 2013: 192)
         Quantum Learning adalah seperangkat metode atau falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning pertama kali digunakan di Supercamp. Supercamp menggunakan pola pembelajaran yang menggabungkan rasa percaya diri, ketrampilan belajar, dan ketrampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan.
              Tokoh utama dibalik pembelajaran kuantum adalah Bobbi De Porter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 De Porter mematangkan dan mengembankan gagasan pembelajaran kuantum di Supercamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat.
               Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.

B. Prinsip Metode Pembelajaran Quantum Learning

             Quantum Learning mempunyai asas utama yaitu "Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka". Maksudnya adalah bahwa memasuki dunia anak sangatlah penting sebagai langkah pertama untuk mendapatkan hak mengajar, yaitu mendapatkan izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.
         Quantum Learning memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap yang juga biasa dianggap sebagai struktur chord dasar dari simfoni belajar, prinsip-prinsip tersebut adalah :
  1. Segalanya berbicara, segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
  2. Segalanya bertujuan, semua yang terjadi dalam penggubahan mempunyai tujuan mengirim pesan tentang belajar.
  3. Pengalaman sebelum pemberian nama, otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
  4. Akui setiap usaha, belajar mengandung resiko, belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
  5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan, perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.


C. Karakteristik Metode Pembelajaran Quantum Learning

          Karakteristik dari pembelajaran kuantum (Quantum Learning) yaitu sebagai berikut :
  1. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
  2. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, "hewan-istis", dan atau nativistis.
  3. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.
  4. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
  5. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.
  6. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
  7. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
  8. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
  9. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.
  10. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan ketrampilan akademis, ketrampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material.
  11. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
  12. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
  13. Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.


D. Langkah-Langkah Menerapkan Metode Pembelajaran Quantum Learning

           Adapun langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran melalui konsep Quantum Learning (Huda 2013: 193) adalah sebagai berikut :

       1. Kekuatan Ambak
           Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan. Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada. Pada langkah ini, siswa harus diberi motivasi oleh guru agar mereka dapat mengidentifikasi dan mengetahui manfaat atau makna dari setiap pengalaman atau peristiwa yang di laluinya, yang dalam hal ini adalah proses belajar.
       2. Penataan Lingkungan Belajar
          Dalam proses belajar dan mengajar, diperlukan penataan lingkungan yang dapat membuat siswa merasa aman dan nyaman. Perasaan semacam ini akan menumbuhkan konsentrasi belajar siswa yang baik. Penataan lingkungan belajar yang tepat juga dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa.
       3. Memupuk Sikap Juara
         Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu dalam belajar siswa, seorang guru hendaknya tidak segan-segan memberi pujian atau hadiah pada siswa yang telah berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, guru sebaiknya tidak mencemooh siswa yang belum mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini, siswa akan lebih dihargai.
       4. Membebaskan Gaya Belajar
          Ada berbagai macam gaya belajar yang dimiliki siswa. Gaya belajar tersebut antara lain : visual, auditorial dan kinestetik. Dalam Quantum Learning, guru hendaknya memberikan kebebasan dalam belajar pada siswanya dan tidak terpaku pada satu gaya belajar saja.
       5. Membiasakan Mencatat
           Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika sang siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa mengungkapkan kembali apa yang di dapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu sendiri. Simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan atau kode-kode yang bisa dimengerti siswa.
       6. Membiasakan Membaca
      Salah satu aktivtas yang cukup penting adalah membaca. Dengan membaca, siswa bisa meningkatkan perbendaharaan kata, pemahaman, wawasan dan daya ingatnya. Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang lain.
       7. Menjadikan Anak Lebih Kreatif
         Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain. Sikap kreatif memungkinkan siswa menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya.
       8. Melatih Kekuatan Memori
     Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar, sehingga siswa perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik.

E. Penerapan Quantum Learning di Kelas

            Penerapan model Quantum Learning di dalam kelas pada siswa adalah dengan menerapkan langkah pembelajaran Quantum Teacing oleh guru. Pelaksanaan Quantum Learning dalam pembelajaran dikenal dengan istilah "TANDUR". Langkah-langkah pembelajaran dengan model Quantum Learning atau kerangka rancangan pengajaran Quantum Teaching yang disebutkan oleh De Porter (2010: 39) adalah sebagai berikut :
  1. Tumbuhkan : Tumbuhkan minat dengan memuaskan "apakah manfaatnya bagiku" (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar.
  2. Alami : Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
  3. Namai : Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi; sebuah "masukan".
  4. Demonstrasikan : Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk "menunjukkan bahwa mereka tahu".
  5. Ulangi : Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, "aku tahu bahwa aku memang tahu ini".
  6. Rayakan pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu pengetahuan.
             Salah satu yang harus ada dalam Quantum Learning yaitu musik. Musik dipergunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa dan mendukung lingkungan belajar. Musik merangsang, meremajakan dan memperkuat belajar baik secara sadar maupun tidak sadar.
            Selain itu pengaturan posisi bangku berperan sangat penting dalam kegiatan pembelajaran model Quantum Learning. Posisi bangku setengah lingkaran untuk diskusi kelompok dapat mempermudah proses pembelajaran. Selain itu penggunaan media belajar yang berwarna-warni dapat memperkuat pengajaran (De Porter, 2007: 106-107).


F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Quantum Learning

            Kelebihan dari metode Quantum Learning (De Potter dan Hernaki, 2007: 13) sebagai berikut :
  1. Memberikan sikap positif terhadap cara pandang siswa
  2. Siswa lebih termotivasi untuk belajar
  3. Memperoleh ketrampilan seumur hidup
  4. Memiliki kepercayaan diri
  5. Menjadi orang yang sukses

            Sedangkan kekurangan dari metode Quantum Learning (Huda, 2013: 196) adalah :
  1. Menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak
  2. Memerlukan dan menuntut keahlian dan ketrampilan guru lebih khusus.
  3. Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik
  4. Tidak semua kelas mempunyai sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas belajar


G. Saran

  1. Guru harus kreatif, pandai mengatur suasana, bersahabat dengan siswa agar tercapai suatu proses belajar mengajar yang menyenangkan dan menggairahkan.
  2. Jika guru menginginkan perubahan terjadi dalam diri siswa maka guru harus mengalami hal tersebut terlebih dahulu.
  3. Keyakinan seseorang mengenai dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri. Karena itu sebagai seorang guru, yakinlah dengan kemampuan anda mengajar dan kemampuan siswa anda belajar, maka akan terjadi hal-hal yang menakjubkan.
  4. Dalam proses pembelajaran perlu diperdengarkan musik untuk mencegah kebosanan dalam belajarnya tetapi pemilihan jenis musik pun harus diperhatikan, agar jangan musik yang diperdengarkan malah mengganggu konsentrasi belajar siswa.


DAFTAR PUSTAKA


De Porter, Bobbi dan Mike Hernachi. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. 2007. Quantum Learning :
          Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa
De Porter, Bobbi dkk. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. 2010. Quantum Teaching Mempraktikkan 
          Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar
            tanggal 20 Mei 2018 Pukul 13.23 WIB

Makalah Model Pembelajaran Mind Mapping

Makalah Model Pembelajaran
Mind Mapping

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pembelajaran Inovatif




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari, S.Pd., M.Pd.


Disusun Oleh :
1. Isnani Fitriana    (1684202048)
2. Iva Zazilah          (1684202015)
3. Zumrotul Auliya' (1684202035)


PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018



A. Pengertian Model Mind Mapping

       1. Tony Buzan (2008: 4)
           Menurut Tony Buzan, mind mapping adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Mind mapping mengembangkan cara berpikir divergen dan kreatif. Mind mapping juga disebut dengan peta konsep merupakan alat berpikir organisasional yang sangat hebat, ini juga merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi dalam otak dan mengambil informasi itu saat butuh. Mind mapping dapat membantu dalam berbagai hal seperti merencanakan, berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan menjelaskan pikiran, mengingat dengan baik, belajar lebih cepat dan efisien serta melatih gambar keseluruhan.
       2. Caroline Edward (2009: 64)
     Menurut Caroline Edward, mind mapping adalah cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data dari atau ke otak. Sistem ini bekerja sesuai cara kerja alami otak kita, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh potensi dan kapasitas otak manusia.
       3. Melvin L, Silberman
       Menurut Melvin L, Silberman, mind mapping adalah cara kreatif bagi peserta didik secara individual untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan penelitian baru.
       4. Bobby De Porter
     Menurut Bobby De Porter, mind mapping adalah pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan grafis lainnya untuk membentuk kesan antara otak kiri dan otak kanan yang ikut terlibat sehingga mempermudah memasukkan informasi ke dalam otak.
       5. Bobby De Porter dan Mike Hernacki (2003: 153)
         Menurut Bobby De Porter dan Mike Hernacki, mind mapping adalah suatu teknik mencatat yang dapat memetakkan pikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak baik belahan otak kanan atau kiri yang terdapat di dalam diri seseorang.

B. Prinsip dan Ciri Mind Mapping

            Mind mapping menggunakan teknik penyaluran gagagsan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon. Mind mapping ini didasarkan pada detail-detail dan suatu peta pikiran yang mudah diingat karena mengikuti pola pemikiran otak.
          Semua mind map mempunyai kesamaan. Semuanya menggunakan warna. Semuanya memiliki struktur alami yang memancar dari pusat. Semuanya menggunakan garis lengkung, simbol, kata dan gambar yang sesuai dengan satu rangkaian. Aturan yang sederhana, mendasar, alami, dan sesuai dengan cara kerja otak. Dengan mind map, daftar informasi yang panjang bisa di alihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur dan mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara kerja alami otak dalam melakukan berbagai hal. (Buzan, 2005:6)
         Rose dan Malcolm menambahkan strategi visual ini mempunyai beberapa ciri diantaranya sebagai berikut :
  1. Mengingat melalui penglihatan, mengingat kata-kata dengan melihat tetapi perlu waktu yang lebih lama untuk mengingat susunan atau urutan abjad jika tidak disebutkan awalnya.
  2. Jika memberi atau menerima penjelasan arah lebih suka memakai peta/gambar.
  3. Aktifitas kreatif : menulis, menggambar, melukis, merancang.
  4. Mempunyai ingatan visual yang bagus, dimana ketika kita ingat saat meninggalkan sesuatu dalam beberapa hari yang lalu. (Rose, Malcolm, 2006: 77)
           Menurut Buzan, teknik pembuatan catatan dan pengelompokan pikiran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan seluruh otak yang harus menyertakan tidak hanya kata-kata, angka, rangkaian dan juga garis-garis tetapi juga dengan warna, gambar-gambar, dimensi, simbol-simbol itulah peta pikiran atau mind mapping (Buzan, 2003: 122)


C. Manfaat Model Mind Mapping

      Berdasarkan segi waktu, mind mapping bisa mengefisiensikan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal tersebut terjadi karena metode ini bisa menyajikan gambaran suatu hal secara menyeluruh dalam waktu yang singkat. Berikut ini, beberapa manfaat metode pencatatan menggunakan mind mapping :
  1. Tema utama terdefinisi dengan sangat jelas karena dinyatakan ditengah
  2. Level keutamaan informasi teridentifikasi dengan baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama
  3. Hubungan masing-masing informasi dengan mudah dapat dikenali
  4. Informasi baru dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur mind mapping sehingga dapat mempermudah pengingatan
  5. Masing-masing mind mapping sangat unik sehingga mempermudah proses pengingatan
  6. Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci


D. Jenis-Jenis Mind Mapping

     Berikut beberapa jenis mind mapping diantaranya :
     1. Mind Map Silabus
     Mind Map Silabus atau Mind Map Makro adalah jenis mind mapping yang membantu memberikan gambaran tentang apa yang dipelajari dan biasanya mind mapping ini dibuat dengan ukuran besar dan ditempel di dinding. Berikut contoh mind map silabus :

     2. Mind Map Bab
         Mind mapping ini dibuat berdasarkan masing-masing bab yang telah dipelajari, namun harus diringkas poin penting atau garis besarnya saja untuk mudah mengingatnya. Berikut contoh mind map bab :

     3. Mind Map Paragraf
         Jenis mind map ini dapat memberikan informasi secara lengkap karena selain bisa melihat ringkasan setiap bab, bisa juga mengetahui ringkasan penjelasan. Berikut contoh mind map paragraf. Mind map ini dapat dibuat di buku teks kecil.


E. Langkah-Langkah Metode Mind Mapping (Peta Pikiran)

        Untuk membuat peta pikiran, guru hendaknya menggunakan boploint berwarna dan memulai dari bagian tengah kertas. Kalau bisa, guru menggunakan kertas secara melebar untuk mendapatkan lebih banyak tempat. Kemudian ikuti langkah-langkah berikut :
  1. Tulis gagagsan utamanya ditengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi atau bentuk lain.
  2. Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan dan segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang.
  3. Tuliskan kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkannya untuk detail. Kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu ingatan anda. Jika anda menggunakan singkatan tersebut sehingga anda dengan mudah segera mengingat artinya selama berminggu-minggu setelahnya.
  4. Tambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
          Agar peta pikiran lebih mudah diingat, guru hendaknya memperhatikan beberapa cara berikut ini :
  1. Tuliskan atau ketiklah secara rapi dengan menggunakan huruf-huruf kapital.
  2. Tulislah gagasan-gagagsan penting dengan huruf-huruf yang lebih besar sehingga terlihat menonjol dan berbeda dengan yang lain.
  3. Gambarkan peta pikiran dengan hal-hal yang berhubungan dengan anda. Simbol jam mungkin berarti bahwa benda ini memiliki tenggang waktu yang penting. Sebagian orang menggunakan anak panah untuk menunjukkan tindakan-tindakan yang harus mereka lakukan.
  4. Garis bawahi kata-kata itu. Gunakan huruf tebal.
  5. Bersikaplah kreatif dan berani dalam desain, sebab otak kita lebih mudah mengingat hal yang tidak biasa.
  6. Gunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan hal-hal atau gagasan-gagasan tertentu.
  7. Ciptakanlah peta pikiran anda secara horizontal untuk memperbesar uang bagi pekerjaan anda.


F. Kelebihan dan Kekurangan Mind Mapping

                Kelebihan mind mapping
  1. Lebih mudah melihat gambaran keseluruhan
  2. Membantu otak mengatur, mengingat, membandingkan dan membuat hubungan
  3. Memudahkan penambahan informasi baru
  4. Pengkajian ulang dapat dilakukan lebih cepat
  5. Setiap peta memiliki sifat yang unik


                Kekurangan mind mapping
  1. Waktu terbuang untuk mencari kata kunci pengingat, karena kata kunci pengingat terpisah oleh jarak
  2. Waktu terbuang untuk menulis kata-kata yang tidak berhubungan dengan ingatan
  3. Waktu terbuang untuk membaca kembali kata-kata yang tidak penting


G. Kesimpulan

        Konsep mind mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Menurutnya mind map adalah sistem penyimpanan, penarikan data, dan akses yang luar biasa untuk perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada dalam otak manusia yang menakjubkan.
              Mind mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja ootak bagian kiri dan kanan. Metode ini mempermudah memasukkan informasi ke dalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Mind mapping merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.

H. Saran

         Dengan adanya metode Mind Mapping (peta pikiran) diharapkan dapat memperkaya metode dan keaktifan yang dipergunakan guru dalam menerapkan materi ajar kepada peserta didiknya.


DAFTAR PUSTAKA


http://www.pelajaran.co.id/2018/11/pengertian-mind-mapping-manfaat-jenis-cara-membuat-kelebihan-dan-
           kekurangan-mind-mapping-lengkap.html (Diakses pada tanggal 20 Mei 2018)
https://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-manfaat-dan-membuat-mind.html (Diakses pada 
          tanggal 20 Mei 2018)
Frey, C. (2010). Power Tips & Strategies for Mind Mapping Software.

Makalah Model Pembelajaran PAIKEM

Makalah 
Model PAIKEM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pembelajaran Inovatif




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari, S.Pd., M.Pd.


Disusun Oleh :
1. Isnani Fitriana    (1684202048)
2. Iva Zazilah          (1684202015)
3. Zumrotul Auliya' (1684202035)


PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018




A. Pengertian Model PAIKEM

    PAIKEM merupakan singkatan dari "Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan". Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai pendekatan mengajara (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu dan berbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan ketrampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata "disuapi" guru. Diantara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mengimplementasikan PAIKEM, ialah : 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi, 3) metode demonstrasi, 4) metode role-play, dan 5) metode simulasi.
           Menurut Syah dan Kariadinata (2009: 1) PAIKEM dapat digunakan bersama metode tertentu dan berbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan ketrampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata "disuapi" guru.
            PAIKEM dikembangkan berdasarkan beberapa perubahan / peralihan :
  1. Peralihan dari belajar perorangan (individual learning) ke belajar bersama (cooperative learning)
  2. Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote learning) ke belajar untuk memahami (learning for understanding)
  3. Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, ketrampilan proses dan pemecahan masalah
  4. Peralihan paradigma dari guru mengajar ke siswa belajar
  5. Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk authentic assesment seperti portofolio, proyek, laporan siswa, atau penampilan siswa (Shadiq dalam Syah dan Kariadinata, 2009: 2-3) 
       Pengerian model pembelajaran dan PAIKEM pada uraian di atas jika digabungkan, maka di dapat pengertian bahwa model PAIKEM ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dari persiapan, pelaksanaan, hingga akhir kegiatan agar siswa aktif, kreatif, dan memiliki motivasi di dalam dirinya sebagai dampak dari situasi belajar yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

       1. Aktif
          Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi objek-objek yang ada di dalamnya serta mengamati pengaruh dari manipulasi yang sudah dilakukan. Guru terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan maupun mengevaluasi proses pembelajarannya. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
       2. Inovatif
        Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan dan tentu saja rasa bosan.
       3. Kreatif
           Kreatif yang dimaksud adalah pembelajaran yang membangun kreativitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar serta sesama siswa lainnya terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajarannya. Guru pun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan melaksanakan pembelajaaran. Guru diharapkan mampu menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
       4. Efektif
           Dalam mengajar guru harus efektif agar penyampaian pembelajaran ke anak didik tepat sasaran dan mengena, sehingga waktu tatap muka dengan murid adalah sangat mahal harganya, dengan efektif ini guru harus bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Efektif yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran yakni mencapai tujuan / kompetensi yang ditetapkan.
       5. Menyenangkan
           Menyenangkan yaitu guru harus mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatian yang tinggi. Menyenangkan disini dalam arti guru selalu membuat kelas tersebut tidak dalam kondisi terpaksa, peserta didik merasa enjoy, senang dalam proses belajar mengajar yang senantiasa tidak keluar dari tujuan pembelajaran.


B. Karakteristik Model PAIKEM

         Syah dan Kariadinata (2009:3-4) PAIKEM memiliki karakteristik sebagai berikut :
  1. Berpusat pada siswa (student-centered)
  2. Belajar yang menyenangkan (joyfull learning)
  3. Belajar yang berorientasi pada tercapainya kemampuan tertentu (competency-based learning)
  4. Belajar secara tuntas (mastery learning)
  5. Belajar secara berkesinambungan (continuous learning)
  6. Belajar sesuai dengan kekinian dan kedisinian (contextual learning)
        Basir (2010: online ) menyebutkan bahwa PAIKEM, memiliki 4 ciri yaitu mengalami, komunikasi, interaksi dan refleksi. Jadi berdasarkan pendapat ini dalam pelaksanaan PAIKEM keempat aktivitas tersebut harus muncul dan berjalan dengan baik. Pendapat tersebut dipertegas oleh Rusman (2010: 327), apabila dalam pembelajaran terdapat empat aspek yaitu komunikasi, interaksi, pengalaman, dan refleksi, maka kriteria PAIKEM terpenuhi.


C. Prinsip-Prinsip Model PAIKEM dalam Pembelajaran

       Pelaksanaan pembelajaran yang mengutamakan aspek keaktifan, kreativitas dan inovatif, sehingga membuat pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan, menuntut guru untuk menguasai berbagai metode mengajar serta ketrampilan dasar mengajar sehingga prinsip-prinsip PAIKEM dapat diterapkan secara optimal/
          Prinsip-prinsip pembelajaran PAIKEM antara lain :
  1. Mengalami : Peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional. Melalui pengalaman langsung pembelajaran akan lebih memberi makna kepada siswa daripada hanya mendengarkan.
  2. Komunikasi : Kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta didik.
  3. Interaksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan terjadinnya interaksi multi arah.
  4. Refleksi : Kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan. Proses refleksi sangat perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian proses pembelajaran.


D. Penerapan Model PAIKEM dalam Proses Pembelajaran

           Secara garis besar, PAIKEM dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
  2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa.
  3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan "pojok baca"
  4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
  5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam meciptakan lingkungan sekolahnya.
             PAIKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Dengan penerapan seperti diatas Pendekatan pembelajaran PAIKEM dapat membawa angin perubahan dalam pembelajaran, yaitu ; Guru dan murid sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal balik antara keduanya. Guru dalam pembelajaran tidak hanya berperan sebagai pengajar dan pendidik juga berperan sebagai fasilitator. Guru dan murid dapat mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran.  Guru dapat mengembangkan kreativitasnya dalam hal : teknik pengajaran, penggunaan multimetode, pemakaian media, dan guru dapat berperan sebagai mediator bagi murid-muridnya. Murid merasa senang dan nyaman dalam pembelajaran, tidak merasa tertekan sehingga proses berpikir anak akan berjalan normal. Secara garis besar, PAIKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut : Siswa terlibat dalam berbagai penekanan pada belajar melalui berbuat.


E. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Melaksanakan Model PAIKEM

     1. Memahami sifat yang dimiliki anak
        Pada dasarnya anak memiliki sifat : rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia - selama mereka normal - terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau berpikir kritis dan kreatif.
     2. Mengenal anak secara perorangan
      Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Efeketif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran.
     3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
         Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok.
     4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
         Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya.
     5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
         Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu.
     6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
        Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar)
     7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
        Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa.
     8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
         Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut : takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya.

F. Kelebihan dan Kekurangan Model PAIKEM

     PAIKEM memiliki beberapa kelebihan seperti pembelajaran terpadu. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pembelajaran ini memiliki kelebihan sebagai berikut :
  1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
  2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
  3. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
  4. Ketrampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran ini.
  5. Ketrampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
          Apabila ditinjau dari aspek guru dan peserta didik, PAIKEM memiliki beberapa keuntungan / kelebihan. Keuntungan / kelebihan bagi guru adalah :
  1. Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran.
  2. Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secar logis dan alami.
  3. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran.
  4. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi atau topik dari berbagai sudut pandang.
  5. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi.
               Sedangkan keuntungan / kelebihan bagi siswa adalah :
  1. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
  2. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum.
  3. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa.
  4. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.
       Selain kelebihan, yang dimiliki PAIKEM juga memiliki keterbatasan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses.


G. Kesimpulan

     Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyanangkan) atau PAIKEM GEMBROT (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira dan Berbobot) dengan Aktif berarti siswa berperan serta dalam pembelajaran dan tidak pasif, Inovatif berarti siswa bisa memberikan ide atau gagasan baru mengenai pembelajaran, Kreatif berarti siswa mengaplikasikan ide dan gagasan menjadi sebuah realisasi seperti membuat alat peraga, Efektif berarti pembelajaran memenuhi kompetensi, Menyenangkan berarti siswa lebih termotivasi karena pembelajaran tidak membosankan atau menakutkan, Dan siswa akan merindukan belajar kembali karena proses pembelajarannya menyenangkan. Gembira berarti pembelajaran bisa membuat siswa meluapkan rasa gembiranya dan akan merindukan untuk belajar kembali, Berbobot berarti pembelajaran mencapai tujuan menurut standar kompetensi dan kompetensi dasar.
          PAIKEM diterapkan dengan cara guru bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran siswa, sehingga apabila dalam proses pembelajaran tersebut ada siswa yang mengalami kesulitan memahami pelajaran dapat langsung ditanyakan kepada guru.

H. Saran

         Dalam model PAIKEM perlu dilakukan dengan variasi metode yang tidak membosankan agar aktivtas pembelajaran lebih banyak berpusat pada peserta didik, dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik, serta hendaklah disesuaikan dengan mempertimbangkan jenis materi, waktu, sarana dan karakteristik peserta didik yang sedang belajar.

Makalah Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Makalah Model Pembelajaran 
Contextual Teaching and Learning (CTL)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pembelajaran Inovatif




Dosen Pengampuh Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Achmad Hafiizh      (1684202036)
Neta Tri Ramadani (1684202052)
Riza Ari Setiani       (1684202054)
Taufik Hidayat        (1684202057)


PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018



A. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
           Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil atau prestasi belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari tampilan kuantitatif, melainkan dilihat dari sisi kualitas penguasaan dan aplikasinya dalam kehidupan yang nyata. Dengan skema konseptual yang seperti itu, hasil pembelajaran bukan sekedar wacana melangit, akan tetapi merupakan hal yang harus membumi dan lebih bermakna bagi siswa.
            CTL adalah salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatan dari konsorsium tersebut adalah melatih dan memberi kesempatan kepada para guru dari enam propinsi di Indonesia untuk mempelajari pendekatan kontekstual di Amerika Serikat (Priyatni, 2002:1)
             Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran afektif, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Nurhadi, 2002:5)
      Johnson (dalam Nurhadi, 2002:12) merumuskan pengertian CTL sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL, akan menuntun siswa ke semua komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara atau merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian sebenarnya.
         Pendekatan CTL menurut Suyanto (2003:2) merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
         Menurut penulis Nwrel (Johnson, 2002:38), ada tujuh atribut yang mencirikan konsep CTL yaitu kebermaknaan, penerapan ilmu, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang digunakan harus standar, berfokus pada budaya, keterlibatan siswa secara aktif, dan asesmenautentik.
            Proyek yang dilakukan oleh Center on Education and Work at the University of Wisconsin-Madison, yang disebut Teachnet, mengeluarkan pernyataan penting tentang CTL sebagai berikut :
         Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.

B. Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)

         Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :
  • Melakukan hubungan yang bermakna.
  • Mengerjakan pekerjaan yang berarti.
  • Mengatur cara belajar sendiri.
  • Bekerjasama.
  • Berpikir kritis dan kreatif.
  • Mengasuh atau memelihara pribadi siswa.
  • Mencapai standar yang tinggi.
  • Menggunakan penilaian sebenarnya.
            Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain :
  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan
  • Belajar dengan bergairah
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Siswa aktif
  • Sharing dengan teman
  • Siswa aktif, guru kreatif
  • Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain
            Priyatmi (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut :
  1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki ketrampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real llife setting)
  2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)
  3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing)
  4. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group)
  5. Kebersamaan, kerjasama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to know each other deeply)
  6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to york together)
  7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)


C. Tujuan Contextual Teaching and Learning (CTL)

  1. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainnya.
  2. Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adanya pemahaman.
  3. Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
  4. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
  5. Model pembelajaran CTL ini bertujuan agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
  6. Model pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari.
  7. Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya  sendiri.


D. Strategi-Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

    Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara kontekstual antara lain:

      1. Pembelajaran berbasis masalah
          Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama, siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan.
      2. Menggunakan konteks yang beragam
          Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperolej siswa menjadi berkualitas.
      3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa
      Guru mengayomi individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial sebaiknya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
       4. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri
           Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri dikemudian hari.
       5. Belajar melalui kolaborasi
         Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan siswa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya.
       6. Menggunakan penelitian autentik
         Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuati dengan potensi yang dimilikinya.
       7. Mengejar standar tinggi
           Setiap seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu ke waktu terus di tingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melakukan study banding ke berbagai sekolah dan luar negeri.

        Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) Penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut :
       1. Relating
         Belajar dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajarinya bermakna.
       2. Experiencing
      Belajar adalah kegiatan "mengalami" peserta didik di proses secara aktif dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang dipelajarinya.
       3. Applying
          Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam konteks dan pemanfaatannya.
       4. Cooperative
           Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan kelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif.
      5. Transfering
          Belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

E. Landasan Filosofi Model Pembelajaran Kontekstual

         Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu tidak hidup, tidak diam, dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip kesaling ketergantungan, diferensiasi dan organisasi diri, harus menerapkan pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
            Menurut Jonhson (2004) tiga pilar dalam sistem CTL antara lain :

       1. CTL mencerminkan prinsip kesaling ketergantungan
           Kesaling ketergantungan mewujudkan diri. Misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
       2. CTL mencerminkan prinsip berdeferensiasi
            Ketika CTL menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
       3. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri
               Pengorganisasian diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyi.
       
           Landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan. Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas John Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa.
           Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.

F. Komponen-Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Komponen-komponen model pembelajaran CTL ini antara lain :

      1. Kontruktivisme
      Kontruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran ini harus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan menerima pengetahuan.
      2. Inquiry
        Inquiry adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Merupakan proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis.
        Langkah-langkah dalam proses inquiry antara lain :
            a. Merumuskan masalah
            b. Mengajukan hipotesis
            c. Mengumpulkan data
            d. Menguji hipotesis
            e. Membuat kesimpulan
      3. Bertanya
          Bertanya adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan.
      4. Masyarakat belajar
      Menurut Vygotsky dalam masyarakat belajar ini pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain.
      5. Pemodelan
          Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sebagai suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
      6. Refleksi
    Refleksi adalah proses pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengerutkan dan mengevaluasi kembalu kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bersifat positif maupun bernilai negatif.
      7. Penilaian nyata
         Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa.

G. Langkah-Langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain :
  1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
  2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.
  3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  4. Menciptakan masyarakat belajar.
  5. Menghadirkan model sebagai contoh belajar.
  6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
  7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Ciri kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual :
  1. Pengalaman nyata.
  2. Kerja sama, saling menunjang.
  3. Gembira, belajar dengan bergairah.
  4. Pembelajaran terintegrasi.
  5. Menggunakan berbagai sumber.
  6. Siswa aktif dan kritis.
  7. Menyenangkan, tidak membosankan.
  8. Sharing dengan teman.
  9. Guru kreatif.


H. Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Kelebihan dari model pembelajaran CTL :
  1. Memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa sehingga siswa terlibat aktif dalam PBM.
  2. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif.
  3. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
  4. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditemukan oleh guru.
  5. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
  6. Membantu siswa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
  7. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
Kelemahan dari model pembelajaran CTL :
  1. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal, dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan dalam menentukan materi pelajaran karena tingkat pencapaiannya siswa tadi tidak sama.
  2. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
  3. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
  4. Bagi siswa yang tertinggi dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
  5. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
  6. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.


I. Kesimpulan

         Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian CTL dari pendapat para tokoh-tokoh diatas adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
           Komponen dalam pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas menerapkan ketujuh komponen diatas dalam proses pembelajaran, maka kelas tersebut telah menggunakan model pembelajaran kontekstual. Penggunaan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dikelas dapat menarik perhatian siswa karena CTL memiliki berbagai komponen sehingga pembelajaran tidak membosankan.

J. Saran

         Diperlukan kesiapan dan konsep yang matang agar peserta didik yang memiliki ketrampilan dan soft skill kurang dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Mengingat model pembelajaran CTL lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.


DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi, dkk. 2002. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya 
           dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang
Priyatni, Endah Tri. 2002. Penerapan Konsep dan Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran dan Pembelajaran 
        Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Kumpulan Materi TOT CTL Mata Pelajaran
        Bahasa Indonesia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta : Depdiknas.
        Pukul 22.50 WIB)
        tanggal 24 Mei 2018 Pukul 23.00 WIB)