Problem Posing
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran Inovatif
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Eka Nurmala Sari Agustina, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh :
1. Herlia Apriliana (1684202045)
2. Siti Nur Aini (1684202055)
3. Zaenal Riva'i (1684202060)
4. Imelda Viliani Ajun (1684202062)
PROGRAM STUDI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA/2016 SORE
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
SIDOARJO
2018
A. Definisi Problem Posing
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As'ari (2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.
Problem posing memiliki beberapa pengertian, yaitu :
- Problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
- Problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver dan Cai, 1996:294)
- Problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver dan Cai, 1996:523)
Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
Thobroni dan Mustofa (2012:350) menyatakan bahwa pembelajaran problem posing memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Penduduk menjadi rekan peserta didik yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta mereka saling memanusiakan.
- Pendidik dan peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
- Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang kemudian menuntu suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Dengan demikian, problem posing memiliki kekuatan-kekuatan dalam proses pembelajaran di kelas, diantaranya yaitu :
- Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
- Problem posing diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
- Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, maka model problem posing ini bersifat fleksibel, mengesankan, menganggap murid adalah subjek belajar, membuat anak untuk mengembangkan potensinya sebagai orang yang memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusaha keras dalam memahami lingkungannya.
B. Respon Siswa
Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan. Silver dan Cai (1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Pertanyaan Matematika
Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
a. Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan
Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematik yang dapat diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
b. Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan
2. Pertanyaan Non Matematika
Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.
3. Pernyataan
Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.
Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan matematika. Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat hubungan yang terjadi.
Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan antara respon-respon tersebut, yaitu :
1. Hubungan Simetrik
Respon yang mempunyai hubungan simetrik disebut respon simetrik yaitu serangkaian respon yang objek-objeknya mempunyai hubungan.
2. Hubungan Berantai
Respon yang mempunyai hubungan berantai disebut respon berantai. Pada respon berantai, untuk menyelesaikan respon berikutnya diperlukan penyelesaian respon sebelumnya.
Sehubungan itu, Kilpatrik (dalam Silver dan Cai, 1996:354) menyatakan bahwa salah satu dasar kognitif yang terlibat dalam pengajuan soal adalah assosiasi, yaitu kecenderungan siswa meng-gunakan respon pertama sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.
Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526), mengklasifikasikan respon siswa menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Tingkat Kesukaran Respon Terkait dengan Struktur Bahasa (Sintaksis)
Tingkat kesukaran respon yang berkaitan dengan sintaksis dapat dilihat dari proposisi yang dikandungnya. Proposisi yang digunakan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Proposisi Penugasan
Proposisi penugasan adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan.
b. Proposisi Hubungan
Proposisi hubungan adalah pertanyaan yang memuat tugas untuk membandingkan
c. Proposisi Pengandaian
Proposisi pengandaian adalah pertanyaan yang menggunakan informasi tambahan
2. Tingkat Kesukaran Respon Terkait dengan Struktur Matematika (Semantik)
Tingkat kesukaran respon berkaitan dengan struktur semantik, dapat diketahui dari hubungan semantiknya. Menurut Marshall (dalam Silver dan Cai, 1996:528) hubungan semantik respon siswa dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu mengubah, mengelompokkan, membandingkan, menyatakan kembali, dan memvariasikan.
Menurut Usmanto (2007) pembelajaran problem posing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Problem Posing Tipe Pre-Solution Posing
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawaban sendiri.
2. Problem Posing Tipe Within Solution Posing
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3. Problem Posing Tipe Post Solution Posing
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menentukan jawabannya sendiri. Jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya. Jadi, guru harus benar-benar menguasai materi.
Hampir setiap hari kita pasti mengajukan suatu pertanyaan. Baik pertanyaan yang ditujukan pada diri sendiri maupun pada orang lain. Tetapi tidak setiap pertanyaan yang kita ajukan, merupakan suatu pertanyaan yang berbobot. Karena suatu pertanyaan yang berkualitas tidak langsung tiba-tiba muncul. Mengajukan pertanyaan yang baik perlu proses. Untuk mengajukan suatu pertanyaan yang berkualitas perlu banyak latihan. Selain berlatih, banyak bergaul dengan orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas sangat membantu meningkatkan ketrampilan bertanya.
Sayangnya, dalam tradisi pendidikan kita penanaman ketrampilan bertanya pada siswa belum mendapatkan perhatian yang serius. Sementara ini, ketrampilan bertanya lebih ditekankan kepada guru. Guru dilatih bertanya, mulai pertanyaan yang sifatnya menjajaki konsep yang telah diajarkan sampai pada pertanyaan tingkat tinggi. Sedangkan kesempatan siswa bertanya porsinya masih sedikit. Padahal menanamkan ketrampilan bertanya sejak dini pada siswa sangatlah penting. Agar mereka terampil bertanya dan berpikir kritis.
Suseno (dalam Suharta, 2000) menjelaskan, belajar sangat penting dalam proses pendidikan. Bertanya, juga mengandung makna, sebagai awal usaha intelektual. Dengan bertanya, pikiran bisa terangsang untuk maju, membuka cakrawala ilmu pengetahuan, dan mendobrak wawasan yang kaku dan sempit. Oleh karena itu, pembelajaran ketrampilan bertanya pada siswa perlu mendapat perhatian yang lebih. Khususnya, ketrampilan mengajukan pertanyaan dari permasalahan yang ada. Pembelajaran dengan mengajuakn masalah berdasarkan masalah yang tersedia disebut pembelajaran dengan pendekatan problem posing.
C. Problem Posing dalam Pembelajaran
Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.
Dewasa ini, problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Silver dan Cai, 1996:521). Silver dan Cai (1996:293) juga menyatakan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars (dalam Suryanto, 1998:9) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.
Di samping itu, Brown dan Walter (1996:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu :
1. Accepting (menerima)
Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberikan guru.
2. Challenging (menantang)
Menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan.
Sehubungan dengan hal tersebut, As'ari (2000:9) menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut semakin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan struktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajar matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa. Pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematis, yaitu :
- Pre Solution Posing, suatu pengembangan masalah awal dari situasi stimulus yang diberikan.
- Within Solution Posing, yaitu merumuskan kembali masalah agar menjadi lebih mudah untuk diselesaikan, dan
- Post Solution Posing, yaitu memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk merumuskan masalah baru.
Seorang guru dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dalam pembelajaran dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut. Diantara prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :
- Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa didalam kelas.
- Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa.
- Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
Terkait dengan situasi soal yang tersedia, Stoyanofa (dalam Hajar, 2001:13) menjelaskan bahwa menurut situasi yang tersedia, situasi problem posing diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1. Situasi problem posing bebas
Pada situasi problem posing bebasm siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi. Siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya hanya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa bisa menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Siswa harus mengaitkan informasi.
2. Situasi problem semi terstruktur
Sedangkan untuk situasi yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari/menyelidiki situasi tersebut dengan cara tersebut dengan pengetahuan yang telah ia miliki selama ini. Situasi tersebut bisa berupa gambar atau tabel mungkin bisa juga berupa cerita pendek.
3. Situasi problem terstruktur
Pada situasi problem posing yang terstruktur, siswa diberi masalah khusus (soal) atau selesaian dari soal. Kemudian berdasarkan hal tersebut, siswa diminta untuk membentuk masalah/soal baru.
Penerapan suatu model pembelajaran harus memiliki langkah-langkah yang jelas, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dan aktivitas yang dilakukan siswa. Amri (2013:13) menyatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran problem posing yaitu :
- Guru menjelaskan materi pelajar, alat peraga yang disarankan.
- Memberikan latihan soal secukupnya.
- Siswa mengajukan soal yang menantang dan dapat menyelesaikan. Ini dilakukan dengan kelompok.
- Pertemuan berikutnya guru meminta peserta didik menyajikan soal temuan di depan kelas.
- Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Selanjutnya, Saminanto (Maulina, 2013:20-21) menyatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran problem posing adalah :
- Guru menjelaskan materi pelajaran menggunakan alat peraga.
- Guru memberikan latihan soal.
- Peserta didik diminta mengajukan soal.
- Secara acak, guru meminta siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas.
- Guru memberi tugas rumah secara individu.
Langkah-langkah penerapan model problem posing yang dikemukakan oleh Amri dan Sarminanto, sejalan dengan pendapat Thobroni dan Mustofa (2012:351) yang menyatakan bahwa :
- Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam mengajukan pertanyaan.
- Siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan secara berkelompok.
- Siswa saling menukarkan soal yang telah diajukan.
- Kemudian menjawab soal-soal tersebut dengan berkelompok.
Selain itu, Brown dan Walter, dalam Abdussakir (2009), juga mengungkapkan bahwa informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau penyelesaian dari suatu soal. Sementara itu, menurut Setiawam (2004), pembentukan soal atau pembentukan masalah terdiri dari dua kegiatan yaitu :
- Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman siswa.
- Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.
Phylips Within, mengemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan problem posing adalah sebagai berikut :
- Melibatkan siswa dalam membahas masalah baru dengan teliti.
- Meminta siswa mencatat tentang apa yang mereka bicarakan, mereka tulis dan mereka gambar berdasarkan temuan mereka.
- Meminta siswa mengajukan soal atau pertanyaan berdasarkan hasil pengamatan mereka.
- Meminta siswa untuk memilih salah satu soal atau pertanyaan yang mereka buat untuk diprediksikan solusinya.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan atau mendiskusikan temuan mereka dengan siswa yang lain.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Budi Hartati adalah sebagai berikut :
- Membuka kegiatan pembelajaran.
- Menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Menjelaskan materi pelajaran.
- Memberikan contoh soal.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya.
- Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan.
- Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
- Menutup kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, maka langkah-langkah problem posing adalah peserta didik mengajukan dan menjawab soal baik secara berkelompok maupun secara individu berdasarkan penjelasan guru ataupun pengalaman peserta didik itu sendiri.
Langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk belajar.
- Guru menyampaikan materi pelajaran dengan media atau bahan bacaan yang telah disediakan. Selanjutnya, guru memberi contoh cara membuat soal dari informasi/materi yang diberikan.
- Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok secara heterogen.
- Selama kegiatan berkelompok berlangsung, guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal maupun kesulitan dalam penyelasain soal tersebut.
- Selain dikerjakan sendiri, soal latihan yang dibuat dapat ditukarkan dengan teman dalam kelompoknya maupun di luar kelompoknya, sehingga peserta didik menukarkan lembar soal pada kelompok lainnya dengan panduan guru.
- Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dengan cara masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.
- Guru memberikan penghargaan kepada peserta didik atau kelompok yang telah menyelesaikan hasil pekerjaannya dengan baik.
Selain dengan cara berkelompok, problem posing dapat dilaksanakan secara individu. Adapun langkah-langkah adalah sebagai berikut :
- Guru menyajikan informasi atau situasi kepada siswa dengan menggunakan gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
- Siswa mencatat hal-hal yang telah diketahui dari situasi atau informasi yang telah diberikkan.
- Siswa membuat pertanyaan atau soal dengan menggali konsep dari hal-hal yang telah diketahui.
- Siswa menganalisis pertanyaan atau soal yang telah dibuat dan memprediksi solusi dari soal tersebut.
- Siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan siswa yang lain.
Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing, antara lain :
1. Situasi problem posing bebas
Siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaik. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2. Situasi problem posing semi terstruktur
Siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3. Situasi problem posing terstruktur
Siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar tujuan yang diinginkan dpaat dicapai secara efektif dan efisien, maka penguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk strategi ini adalah harus menguasai berbagai teknik penyampaian materi dan juga dapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuai materi yang digunakan oleh guru adalah untuk menyampaikan informasi kepada siswa agar mereka dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Seorang guru yang menggunakan satu metode diharapkan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik yang merupakan salah satu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
Pengertian metode problem posing adalah sebagai berikut :
- Menurut Brown dan Walter (1993) istilah problem posing pertama kali di akui secara resmi oleh National Council of Teachers of Mathematics. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pembentukan soal. Problem posing salah satu pembelajaran yang berpedoman pada pandangan konotruktivisme prinsip penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan.
- Menurut Nur dalam pembelajaran konstruktivisme guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya.
- Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktorn ekstern sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku.
Guru hanya membantu siswa untuk menerapkan ide-ide mereka dan menerapkan strategi belajar yang telah mereka temukan untuk belajar mereka sendiri. Suryanto mengartikan bahwa kata "problem" sebagai masalah soal, sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan.
Silver mencatat bahasa istilah "menanyakan soal" biasanya diaplikasikan pada 3 bentuk aktivitas kognitif yang berbeda :
- Menanyakan pre-solusi, dimana seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.
- Menanyakan di dalam solusi, dimana seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang diselesaikan.
- Menanyakan setelah solusi, dimana seorang siswa memodifikasi tujuan dan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru.
D. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing), peserta didik dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar yang telah disebutkan diatas.
Sedangkan untuk menggunakaan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan ketrampilan sebagai berikut :
- Menggunakaan strategi pengajuan soal untuk mengivestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan.
- Memecahkan masalah dari situasi matematika dari kehidupan sehari-hari.
- Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika.
- Mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.
- Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.
- Mengajukan masalah yang kompleks dan juga masalah yang sederhana.
- Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika.
- Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan, untuk mengembangkan strategi peserta didik dapat mengajukan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?
b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?
c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?
E. Kelebihan dan Kekurangan Problem Posing
Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Thobroni dan Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan-kelebihan dalam menerapkan metode problem posing adalah :
- Mendidik murid berfikir kritis.
- Siswa aktif dalam pembelajaran.
- Belajar menganalisis suatu masalah.
- Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
Sedangkan menurut Norman dan Bakar, beberapa kelebihan model problem posing adalah :
- Kemampuan memecahkan masalah sehingga mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi.
- Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa sehingga siswa terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
- Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.
- Meningkatkan kemampuan mengajukan soal dan sikap yang positif terhadap materi pembelajaran.
Sejalan dengan kedua pendapat diatas, maka kelebihan model pembelajaran problem posing diantaranya yaitu :
- Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran.
- Minat yang positif terhadap materi pembelajaran.
- Membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah.
- Memunculkan ide yang kreatif dalam mengajukan soal.
- Mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah.
Selain memiliki beberapa kelebihan yang telah diuraikan diatas, problem posing juga memiliki beberapa kekurangan. Adapun kekurangan model pembelajaran problem posing yaitu :
- Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama.
- Agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku-buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.
DAFTAR PUSTAKA
As'ari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep Matematika. Jurnal
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran. 27(I):1-13
As'ari, A.R. 2000, Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal
Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.
Brown, S. & Walter, R. 1990. The Art of Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher.
Brown, S. & Walter, R. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflection and Aplications. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publisher.
Hiebert, J. & Carpenter, T. 1992. Learning and Teaching with Understanding. Dalam D Grouws (Ed).
Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (hlm. 65-419). New York:
Macmillan Publishing Company.
Hudojo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang.
Silver, E.A. & Cai, S. 1996. An Analysis of Arithmatic Problem Posing by Middle School Students, Journal
for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
Siswono, Y.T.E., 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah
(Implementasi dari Hasil Penelitian). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran
Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework for Research into Students' Problem Posing in School
Mathematics, (Online), crsma@cc newcastel.edu.au, diakses 11 Juni 2001.
Suharta, I.G.P. 2000. Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran
Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah
Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.
Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi.
Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.
Sutawidjaja, A. 1997. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan,
dan Pengajarannya. Volume 26(2):175-187.
Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil
Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang.Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.
Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP
Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar